
Lika-liku Kisah Pengangkatan Jenazah Korban Kebiadapan Soeharto Kepada Rekan Se Profesi dengan menggunakan kekuasaannya agar terlihat Dunia sebagai pahlawan karena menumpas PKI.
4 Oktober 1965 01.30 dinihari : Mayor CPM Subardi, ADC Letjen A. Yani melaporkan penemuan sebuah sumur tua kepada Pangkostrad Mayjen Soeharto. Bahwa sudah ada yang mencoba masuk sumur namun pingsan.
Salah seorang yang hadir mendengarkan laporan tersebut : Kapten Czi R. Sukendar, Kasi-II Gugus Tugas Zeni Kostrad. Beliau berpikir alangkah ‘agungnya’ bila para korban bisa ditemukan untuk dimakamkan pada hari besar ABRI 5 Oktober 1965.
Kapten Sukendar lalu melapor ke Letkol Rachwono Wakil Aslog Kostrad beserta saran dan langkah kerja.
Letkol Rachwono melaporkan hal tersebut ke Pangkostrad. Kemudian Pangkostrad memerintahkan bentuk tim dan segera berangkat.
Kapten Sukendar meninggalkan markas Kostrad menuju Ancol, tempat Kompi Ipam (Intai Para Amphibi) KKO-AL berada, dibawah komandan Kapten KKO Winanto.
Mereka berada di Ancol dalam rangka latihan untuk demonstrasi pendaratan amfibi nanti pada 5 Oktober 65. Mereka akan memakai tank dan panser milik Kostrad karena milik KKO masih di garis depan.
Dan dengan demikian tumbuh keakraban pribadi antara Zeni Kostrad dengan Kipam KKO.
Saat Kapten Sukendar tiba, lokasi Kipam di Ancol dalam keadaan kosong, gelap dan sunyi.
Kapten Sukendar menuju Markas Besar KKO Jl Prapatan. Menemui perwira jaga Kapten KKO Mustaram.
Walau zonder surat perintah dan kartu identitas, Kapten Sukendar dihadapkan ke Panglima KKO saat itu, Mayjen KKO Hartono.
Kapten Sukendar : “Kostrad mohon ijin pemakaian pasukan IPAM untuk mengangkat jenazah dari sumur. Perlu 7 orang plus 1 observasi pendahuluan, jadi total 8.”
Diperlukan juga 2 buah masker, 2 set baju penyelam, 2 orang dokter, 1 dokter umum dan 1 dokter gigi.
Mayjen Hartono langsung mengerti dan langsung setuju, dan mengeluarkan Sprint Panglima KKO, dengan catatan ijin dari Mabes AL harus diurus sendiri.
Kapten Sukendar keluar dari ruangan Panglima KKO kembali ke ruang perwira jaga. Kebetulan wakil perwira jaga adalah Letnan KKO Mispan, Wadanki IPAM. Danki Kapten Winanto sedang tidak ada di markas.
Jam 4 pagi : Kapten Sukendar selesai mengurus ijin ke Mabes AL Jalan Gunung Sahari, diantar Letnan Mispan dan Sersan Saparimin.
Zat asam habis, persediaan di MBAL kosong.

Mereka lalu ke pabrik gas di Manggarai yang terkunci rapat. Setelah digedor-gedor dan atap dilempari batu, gerbang dibuka. Rombongan memilih dan mengambil 8 tabung zat asam.
Satu jam sendiri waktu habis di pabrik gas.
Masker dan alat selam ICAM 48 tidak berada di Mabes KKO dan MBAL
Letnan Mispan memberi info kalau alatnya ada di kapal KRI Multatuli yang sandar di Dermaga II Tanjung Priok. Perlu 2 jam untuk mengambilnya.😭
Jam 7 pagi ke Mabes KKO Kwitang menjemput anggota Kipam.
Jam 8 pagi ke Markas Kostrad laporan ke Wa Kakostrad Kolonel Satari dan Waaslog Letkol Rachwono.

” Tim siapp…!”
Tim terdiri dari 4 orang perwira dan 8 orang bintara dan tamtama, dipimpin Kapten Sukendar.
Kolonel Satari memerintahkan tim segera berangkat ke Lubang Buaya karena pukul 11 Panglima Kostrad akan ke lokasi.
Tim mulai bergerak meninggalkan Makostrad.
“Kapten, kita perlu sarapan dulu….” kata seorang anggota.
Kapten Sukendar marah, “Belum bekerja sudah makanan yang dipikir !..”
“Bukan begitu Kapten, kami sudah pengalaman mengangkat jenazah membusuk, pasti tidak akan doyan makan..”..
Kapten Sukendar mengalah, anggota tim lalu sarapan bersama. (ternyata benar, Kapten Sukendar kemudian sampai 4 hari tidak bisa makan…)
Rombongan kemudian menuju Lubang Buaya lewat Cililitan menuju pangkalan Halim, dan tidak ada yang tahu arah ke lokasi.

Begitu masuk kawasan Halim, mereka dikejar 1 truk pasukan penjaga pangkalan, kepada sopir diperintahkan masuk halaman Komando Operasi.
Bertemu Komodor Dewanto, (Deops AURI), dan Kapten Sukendar minta bantuan ke lokasi sumur Lobang Buaya.
2 orang PAU (Polisi AU) diperintahkan mengantar rombongan.
Rombongan sampai ke sebuah pos yang menuju lokasi sumur. Lokasi sekitar sumur dijaga ketat oleh pasukan RPKAD.
Jam 09.30.
Seorang Pembantu Letnan RPKAD menghadang mobil rombongan, dan tetap melarang masuk walaupun sudah dijelaskan kedatangannya atas perintah Pangkostrad. Petugas pos tetap tidak percaya karena rombongan dikawal oleh Polisi AU dan ada pasukan baret ungu di rombongan.
Rombongan Kapten Sukendar pun mengalah dan beristirahat di warung karedok sambil menunggu rombongan Pangkostrad.
Jam 11.30,
Terdengar konvoi rombongan Pangkostrad, dan Kapten Sukendar nekad menghentikan konvoi untuk melaporkan Tim sudah siap, namun dilarang masuk.
“Siapa yang tidak memperbolehkan masuk?” tanya Mayjen Soeharto.
“Pos penjagaan Panglima..” sahut Kapten Sukendar.
“Tunggu..” jawab Panglima.
Sekitar 10 menit kemudian, seorang kurir bermotor membawa perintah untuk membawa Kapten Sukendar menghadap Pak Harto.
“Bagaimana Dar, tim mu sudah siap? ” tanya Pak Harto…”Siap Panglima…”
Kemudian Kapten Sukendar diantar naik motor kembali ke warung karedok, dan tim diperintahkan masuk ke lokasi sumur berada.
Jam 13.30; 4 Oktober 65
Singkat cerita, pengangkatan 7 jenazah berhasil dilakukan, dan telah banyak dituliskan.
Dari 12 rombongan pimpinan Kapten Sukendar tersebut, lalu bertambah 1 orang lagi yakni Praka Nanang anggota RPKAD turut serta masuk sumur dengan menggunakan peralatan yang dibawa rombongan Kapten Sukendar. Praka Nanang ini pernah mengikuti latihan IPAM.
Atas jasa-jasanya, para anggota KKO memperoleh anugerah dari TNI-AD berupa Bintang Kartika Eka Paksi, dan Kapten Sukendar memperoleh Bintang Jalasena Nararya dari TNI-AL.
*menurut buku “Siapa Dia? Pati TNI-AD” – Harsja Bachtiar, Robertus Sukendar pensiun terakhir dengan pangkat Brigjen dan pernah menjabat Inspektur Pengawas Umum, Itjen TNI-AD.
Menurut berita Tempo Edisi : 21 November 1987, wisuda purnawira beliau dilakukan pada November 1987 berbarengan dengan Jenderal Rudini dan Letjen Dading Kalbuadi.





