Share copas;
Apakah Tiongkok akan menjadi seperti Jepang berikutnya, jika dilihat dari perkembangan teknologi, ekonomi serta produk asal negara tersebut yang mendunia?
Inti dari pertanyaan ini terletak pada anak kalimat “menjadi seperti Jepang berikutnya.” Apa artinya? Ada sebuah konsep yang populer dikalangan pengamat bahwa China akan mengikuti jejak Jepang yaitu sukses membangun dan produk-produknya mendunia. Namun karena AS mengintervensi. Ekonomi dan teknologi China akan rontok dan stagnan, seperti yang dialami Jepang.
Berdasarkan perkembangan yang terjadi. Nampak jelas bahwa China tidak mengikuti jejak Jepang. China menempuh jalan yang sangat berbeda dengan Jepang. Bahkan pada saat ini sudah dapat dipastikan bahwa AS telah sepenuhnya gagal menghentikan kemajuan China. Untuk pertama kalinya AS gagal menghabisi sebuah negara yang bangkit dan mengancam supremasinya sebagai Sang Adikuasa.
Mengapa AS tidak berhasil menundukkan China? Apakah yang dilakukan China sehingga mampu mementahkan semua serangan AS? Untuk dapat memahami konteks permasalahan yang terjadi. Mari kita mulai dengan kisah Jepang.
Tragedi Toshiba
AS berhasil menghentikan kemajuan ekonomi & teknologi Jepang dengan cara melumpuhkan industri semi konduktor Jepang dan memaksakan penguatan Yen dengan Plaza Accord sehingga ekspor Jepang menurun dan ekonomi stagnan.
Kisahnya terjadi pada dekade 1970an saat Jepang sukses membangun ekonominya dengan memproduksi elektronik dan mobil. Namun Jepang tidak puas hanya dengan elektronik dan mobil saja. Pemerintah Jepang melangkah lebih jauh dengan merambah ke semi konduktor.
Diawal dekade 1970an, Kementerian Industri & Perdagangan Jepang meminta Fujitsu, Hitachi, Mitsubishi, NEC, Toshiba, dan Panasonic agar program R&D mereka difokuskan untuk pengembangan semi konduktor dengan dukungan dana dari pemerintah Jepang. Hasilnya dalam waktu kurang dari satu dekade, teknologi semi konduktor Jepang melaju pesat. Bahkan jauh melewati AS yang saat itu adalah the leader of semiconductor technology.
Perusahaan-perusahaan Jepangpun dengan cepat menguasai pasar semi konduktor global. Pada tahun 1985, sekitar 65% pangsa pasar semi konduktor global berada ditangan keenam perusahaan Jepang tsb dan Toshiba yang terbesar. Oleh karena Toshiba memiliki tim teknologi, foundry dan tim bisnis yang paling kuat serta ekstensif di pasar global.
Pada tanggal 2 Mei 1987 atas perintah dari kantor pusat CIA di Langley, Virginia. Polisi Jepang menangkap Ryuji Lin, Direktur Foundry Department Toshiba Machinery Company dan Hiroaki Tanimura, Direktur Bussines Department. Toshiba Machinery Company. Dengan tuduhan menjual high-tech technology ke Soviet.
Perlu diketahui bahwa salah satu pelanggan lama Toshiba, Norway’s Kongsberg Company, secara teratur membeli produk-produk Toshiba untuk dijual kembali di Eropa. Dengan demikian bukan Toshiba namun Norway’s Kongsberg Company yang memiliki bisnis dengan Soviet. Norway’s Kongsberg Company-lah yang menjual produk-produk berteknologi tinggi buatan Toshiba kepelanggannya di Soviet.
AS pasti paham hal ini dan seharusnya Norway’s Kongsberg Company yang ditegur. Fakta justru Toshibalah yang menjadi sasaran menunjukkan bahwa AS mentargetkan Toshiba. Mengapa AS mentargetkan Toshiba? Oleh karena Toshiba saat itu adalah “the largest and the most advanced semiconductor company in the world.” Bukan hanya itu, Toshiba juga leading pada berbagai produksi precision machine tools berteknologi tinggi sehingga Toshiba menjadi, “the pride of the Japanese manufacturing industry.” Inilah alasan utama Toshiba menjadi targget AS yaitu untuk melumpuhkan kemajuan teknologi dan ekonomi Jepang.
Kedua eksekutif Toshiba yang ditangkap tsb dipenjara selama 10 tahun tanpa proses pengadilan. Pabrik dan kantor Toshiba di AS dan dinegara-negara sekutu AS ditutup paksa. Produk-produk Toshiba dikenai tarif 100% jika dijual di AS dan negara-negara sekutu AS. Toshiba harus membayar denda $ 25 milyar. Selain itu AS menyita blue print core technology Toshiba untuk dibagikan ke perusahaan-perusahaan semi konduktor AS.
Eksekutif Toshiba Minta Maaf
Toshiba langsung mengalami krisis dan delisting dari pasar modal. Kini Toshiba hanyalah kisah kelam, sebuah tangisan sedih Jepang.
Tindakan AS ini diikuti dengan Plaza Accord untuk memaksakan penguatan Yen akibatnya ekspor Jepang langsung turun. Kombinasi dari jatuhnya Toshiba yang diikuti dengan rontoknya industri semi konduktor Jepang, penguatan Yen serta turunnya ekspor Jepang menyebabkan kemajuan ekonomi Jepang stagnan. Selain itu semua industrialis di Jepang dan Korea Selatan menjadi hati-hati dan membatasi diri agar tidak bernasib seperti Toshiba.
Alstom Menyusul Toshiba
Setelah sukses dengan Toshiba, pada tahun 2014 AS menggarap Alstom, sebuah perusahaan Perancis. Frederic Pierucci, CEO Alstom, ditengah kunjungan bisnis di New York ditangkap oleh FBI dan dijebloskan ke penjara tanpa proses pengadilan. Dengan tuduhan curang dalam memenangkan tender pemerintah Indonesia.
Pada saat itu Alstom bersaing dengan General Electric mengikuti tender pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia akhirnya memilih Alstom karena teknologinya jauh lebih maju (advance) dibandingkan dengan teknologi General Electric yang jauh lebih inferior. Terlepas apakah tuduhan AS ini benar atau salah. Namun pilihan pemerintah Indonesia tepat; Alstom memang layak untuk memenangkan tender karena biaya jauh lebih ekonomis dan teknologi lebih canggih.
Lalu, semua yang terjadi pada Toshiba juga dialami oleh Alstom. Masuk tahanan, alih teknologi paksa serta Alstom AS beralih kepemilikan, jatuh ketangan General Electric.
Frederic Peirucci menuliskan pengalaman pahitnya dalam buku ini.